Sunday 12 November 2017

Perhentian Penuntutan Demi Hukum Forex


5:23 PM por Yaniassensei PROSEDUR PENGADILANO DE INDONESIA - PIDANA (I) Pola dasar intentan prosedur penyelenggaraan administrasi perkara Pra peradilan. Untuk kepentingan pengawasan terhadap pelanggaran hak asasis manusia oleh aparat penyidik ​​dan penumba, maka lembaga praperadilan dibuat atas dasar KUHAP pasal 8, 77 s / d 83, 95 (2) dan pasal 9 UU Kekuasaan Kehakiman. Pemberian weedang ini bertujuan untuk menegakkan hukum dan keadilan secara sederhana, cepat dan murah dalam rangka memulihkan harkat / martabat, kemampuan / kedudukan serta mengganti kerugian terhadap korban yang merasa dirugikan. Yang dapat mengajukan adalah tersangka, keluarga atau kuasanya, penyidik, umum atau pihak ketiga yang berkepentingan kepada ketua pengadilan negeri (pasal 80) dengan menyebutkan alasannya (pasal 79). Tapi, dalam pasal 83 (2) pengadilan tinggi mempunyai wewenang untuk memberi putusan akhir atas putusan praperadilan yang menyatakan tidak sahnya penyidikan atau penuntutan. Ini adalá pemeriksaan khusus yang tidak dapat diperáni oleh Makamah Agung. Dan praperadilan tidak dapat dilakukan oleh anggota ABRI yang menggambarkan campamento tangan sipil di lingkungan kehidupan militer. Pasal 77 dan pasal 1 butir 10 menjabarkan yang diperiksa / macamamam kerugian yang diderita adalah: a. Sah tidaknya penangkapan, penahanan (yang tidak memenuhi syarat pasal 21 termasuk juga penahanan yang Lebih lama daripada yang dijatuhkan), penyidikan atau perhentian tuntutan yang masih Perlu menemukan Bukti acostado, kadaluarsa, tidak ada pengaduan delik Aduan atau pengaduannya dicabut, karena tersangka / terdakwa meninggal Dunia, atau karena keliru orangnya (error en persona), ne bis in idem, bukan perkara pidana, peraturan perundangan yang digunakan telah dicabut - pasal 16 s / d 31, dan juga tindakan lain - pasal 95 (1) (2), pasal 1 butir 22 yaitu kerugian yang ditimbulkan oleh pemasukan rumah, pengeladahan dan penyitaan yang tidak sah menurut hukum. segundo. Ganti kerugian uang dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pd tingkat penyidikan atau penuntutan (pasal 22). Pasal 99 (2) biaya yang telah dikeluarkan seperti biaya pengobatan, pemulihan cacat, operasi patah tulang, memperbaiki mobil yang ditabrak, dsb dapat didapat kembali apabila gugatan ganti kerugian diterima. Batas waktu pengajuan ganti kerugian berdasarkan pasal 95 adalah dentro tenggang waktu 3 bulan sejak putusan pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum tetap Untuk una, dan 3 bulan dihitung Saat pemberitahuan penetapan peradilan Untuk b. Namun, apabila kerugian disebabkan oleh kesalahan tersangka, tuntután itu tidak akan dikabulkan. Pemeriksaan praperadilan harus dilakukan secara cepat, dalam waktu 7 hari harus sudah dijatuhkan putusan. Permintaan praperadilan menjadi gugur jika perkara sudah dimulai diperiksa oleh pengadilan, sedan pemeriksaan mengenai perminatan praperadilan belum selesai. Putusan praperadilan tidak de Dapat dimintakan bandas (pasal 83) dengan perkecualian mengenai putusan praperadilan yang menetapkan tidak sahnya penghentian penyidikan atau penuntutan, maka atas hal tersebut de Dapat diajukan bandas ke pengadilan Tinggi, selanjutnya putusan pengadilan atas perkara tersebut merupakan putusan terakhir. Besarnya imbalan ganti rugi: 1. Ganti kerugian atas dasar pasal 95 por pasal 77 adalah berupa por imbalan serendah-rendahnya berjumlah Rp. 5000 dan setinggi-tingginya Rp 1 000,000. 2. Apabila yang bersangkutan cacat hingga tidak dapat melakukan pekerjaan atau mate, besarnya ganti kerugian berjumlah setinggi-tingginya 3.000.000- penetapan diberikan 3 hari setelah penetapan diucapkan. 3. Rehabilitasi berdasarkan pasal 97, harus diajukan dalam waktu 14 hari setelah putusan lepas tersangka, yang berisi: a. Amar putusan dari pengadilan mengenai rehabilitasi sebagai berikut: Memulihkan hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, dan harkat martabatnya. segundo. Amar penetapan dari praperadialn mengenai rehabilitasi berbunyi sbb: Memulihkan hak pemohon dalam kemampuan, kedudukan dan harkat serta martabatnya. Isi putusan atau penetapan rehabilitasi diumumkan ola panitera dengan menempelkannya pada papan pengumum pengadilan (pasal 15), ke pemohon, penyidik, penuntutumum, tempat kerja, RT / RW (Pasal 13 Peraturan Pemerintah No 27 (1983)). Orang yang mendapat karena disebabkan kerugian dilakukannya Suatu tindak pidana, de Dapat menggabungkan perkara pidananya dengan permohonan Untuk mendapat ganti Rugi yang pada hakekatnya merupakan Suatu perkara perdata (Pasal 98 s / d 101). 1. Pengadilan Tingkat Pertama Pengadilan Negeri 1.1 Perkara Perdata Umum Meja Pertama Kas Meja Meja Kedua Ketiga Bandas: - Un Bundel (Pengadilan Negeri) - Bundel B (Pengadilan Tinggi) Kasasi: - Un Bundel (Pengadilan Negeri) - Bundel B (Makamah Agung) Peninjauan Kembali - Bundel A (Pengadilan Negeri) - Bundel B (Makamah Agung) 1.2 Perkara Pidana Umum KUHPT pasal 84 (1) Pengadilan Negeri berhak mengadili Suatu tindak pidana dimana tindak pidana UIT dilakukan di wilayah hukumnya, namun ada pembatasan dentro pasal 84 (2 ). Selanjutnya, pasal 84 (3) menerangkan apabila seorang terdakwa melakukan beberapa tindak pidana de dalam daerah hukum pelbagai pengadilan negeri, tiap pengadilan negeri itu berwenang mengadili perkara pidana itu. Liat juga pasal 84 (4) - penggabungan perkara dan pasal 85 dimana Makamah Agung menetapkan pengadilan apilado terjadi bencana di daerah 1 pengadilan negeri yang berhak mengadili suatu perkara. Pengadilan Negeri baru dapat menyidangkan suatu perkara apabila suatu perkara telah dilimpahkan oleh penuntut umum dengan permohonan untuk diadili (pasl 137 KUHAP). Hal ni dipelajari oleh ketua pengadilan (pasa147). Apabila bukan Pengadilan Negri itu tidak punya wewenang, pasal 148 (1) menjelaskan bahwa surat itu diberikan kepada Pengadilan Negri lain yang dianggap berwewenang. Apabila Pengadilan Negri itu punya wewenang, ketua menunjuk hakim yang akan menanggani perkara tersebut. Hakim tersebut menetapkan Hari Sidang, terdakwa pemanggilan dan párrafo saksi (dengan Surat sah ke tempat tinggalnya, atau kepala desanya atau ditempelkan pada pengumuman di gedung pengadilan yang berwenang mengadili perkara tersebut.) Di dentro pengadilan, menurut Pasal 156 KUHAP, setelah Hakim meneliti Identiti terdakwa , Surat dakwaan dibacakan, tangkisan2 de Dapat diberikan oleh terdakwa, yang terdiri dari: 1. Surat dakwaan UIT tidak sah atau tidak memenuhi syarat2 yang ditentukan oleh UU, Pengadilan 2. Clasificación no berwenang mengadili perkaranya, (perlawanan atas putusan Hakim Pengadilan Negeri de Dapat diajukan ke Pengadilan Tinggi), 3. Hak penuntutan gugur karena kadaluarsa. Penuntut Umum diperkenankan merespon, hakim mempertimbangkannya, dan apabila keberatan diterima, sidang tidak dilanjutkan. Namun, apabila keberatan tidak diterima, sidang dilanjutkan, atau diperiksa dulu baru dilanjutkan. Perkara yang diajukan kepada mengadilán terdiri dari 3 jenis: a. Acara pemeriksaan biasa, yang diatur dalam pasal 152 s / d 202, b. Acara pemeriksaan singkat, pasal 203-204, c. Acara Pemeriksaan cepat, yang diatur dalam pasal 205 s / d 216. 1. Acara Pemeriksaan Tindak Pidana Ringan pasal 205-210, 2. Acara Pemeriksaan Perkara Pelanggaran Lalu Lintas Jalan pasal 211 s / d 216. Apabila terdakwa tidak hadir (154 (2 ) S / d (6) KUHAP), sampai dia didatangkan secara paksa barulah sidang dapat dilaksanakan. Apabila saksi tidak hadir, día dapat dikenakan pidana pasal 224 KUHP. Penyellenggaraan administrasi perkara pidana umum oleh Panitera Pengadilan: Meja Pertama Meja Kedua Bandas: - Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama) - Bundel B (Pengadilan Tinggi bandas) Kasasi: - Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama) - Bundel B (Makamah Agung) Peninjauan Kembali - Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama) - Bundel B (Makamah Agung) Grasi - Bundel A (Pengadilan Tingkat Pertama) - Bundel B (Makamah Agung) 2. Pengadilan Tinggi Dua tugas pengadilan tinggi termasuk, 1. memutus perselisihan - perselisihan peradilan Yurisdiksi) (pasaje 148 149) dan memutus dalam tingkat bandas perkara-perkara pidana dan perkara perdata dari semua keputusan pengadialn negeri yang diminutakan banding (pasal 87). Namun beberapa putusan pengadilan negeri yang tidak bisa diminutakan bandas termasuk seperti putusan praperadilan (pasal 83 (1)) dan putusan pengadilan yang ancaman hukumnya tidak lebih dari 3 bulan kurungan atau denda Rp 7,500. Penyelenggaran administrasi Perkara Pada Pengadilan Tingkat Bandas Meja Pertama Kas Meja Kedua Meja Ketiga 2.1 Perkara Perdata Bandas - Batas waktu 14 hari - Syarat2 terpenuhi, - Dalam 1 bulan Harus dikirim ke Pengadilan Tinggi (berkas dijilid (Bundel AB) 2.2 Perkara Pidana bandas (KUHAP. 233-243) - Batas waktu 14 setelah Hari permintaan bandas dimajukan, Panitera mengirimkan berkas perkara bandas kepada Pengadilan Tinggi -. Penuntut umum de Dapat mengajukan permintaan bandas dentro de un waktu 7 hari - KUHAP pasal 233, kecuali terhadap putusan bebas, putusan lepas dari segala tuntutan hukum yang menyangkut Masalah kurang tepatnya peberapan hukum dan putusan pengadilan acara cepat - pasal 67. Ketentuan2 Lain LIAT pasal 236 (2), (4) - tentang hak Asasi terdakwa, 237, 243 Dan (2) -. Pencabutan bandas berarti tidak boleh mengajukan permohonan pasal lagi - 235. - Ketua Pengadilan melapor kepada Ketua Pengadilan Tinggi dari dasar2 permohonan bandas yang dimaksud: o tentang pasal-pasal dakwaan o Amar Pokok-Pokok putusan Pengadilan Negeri, o Pendapat dari Ketua Pengadilan Negeri tentang Perlu / tidaknya terdakwa ditahan Lebih Lanjut. O Kalau ada kelalaian atau kekeliruan atau ada yang kurang lengkap, dimana Pengadilan Tinggi de Dapat menyuruh Pengadilan Negri Harus memperbaiki atau membatalkan penetapannya sebelum putusan pengadilan dijatuhkan - pasal 240. 2.3 Perkara Perdata Kasasi (Permohonan Pembatalan Putusan) Alasan2 yang memungkinkan: - Pengadilan Lalai memenuhi syarat - syarat yang oleh diwajibkan Undang Undang, - Pengadilan melampaui batas batas-wewenangnya, - Pengadilan Salah dentro menerapkan hukum, - 14 Hari Untuk menyatakan kasasi ke Makamah Agung (biaya Rp 500.000) - ¡Enviar meori kasasi kepada lawan Kira Kira dentro de 30 Hari setelah tanda Penerimaan - Kontra memorias kasasi kira kira dalam waktu 14 hari. - Panificadores de frutas y verduras frescas de Makamah Agung, dijilid sesuai peraturan yang berlaku. 2.4 Perkara Pidana Kasasi (244-258 KUHAP atas Dasar pasal 10 (3) UU Kekuasaan Hakim.) Peradilan dentro Tingkat kasasi ini bukanlah peradilan dentro bentuk instantsi Tingkat ke III di atas bandas, karena Hakim kasasi tidak memeriksa perkara UIT dari awal, hanya ia Menyelidiki, apakah, hakim, yang, lebih, rentah, itu, tela, menerapkan, hukum, dengan, tepat. Putusan bebas tidak bisa diajukan kasasi-pasal 244, 245 (1) KUHAP. Pemeriksaan dll liat KUHAP pasal 244-258. Tata caranya terdapat dalam pasal 259, 260, 261, 261 KUHAP. 14 Hari setelah putusan pengadilan, Panitera wajib: - Surat Memberikan keterangan / permohonan kasasi - Memberitahu pihak lainnya, - Memberi memori kontra kepada pihak lainnya, - Memberi kesempatan Untuk pihak lainnya mempelajari permohonan kasasi, - Dalam 14 Hari setelah berakhir tenggang waktu, Panitera mengirim berkas ke Makamah Agung - pasal 248 (6) Pada waktu terdakwa Tahanan estado dentro, Makamah Agung Harus diberitahukan, sesuai dengan pasal 253 KUHAP: - tentang adanya permohonan kasasi tersebut, - tentang pasal-yang pasal didakwakan, - Amar Tingkat putusan yang dimohonkan kasasi , - datos de datos tahanan terdakwa, - Pendapat Ketua Pengadilan Negeri tentang perlu / tidaknya terdakwa ditahan lanjut. KASASI demi kepentingan umum (pasal 259-262): - Dilaksanakan oleh Jaksa Agung, - Putusan Kasasi demi kepentingan hukum tidak boleh merugikan pihak yang berkepentingan. 2.5 Perkara Perdata Peninjauan Kembali Peninjauan Kembali diajukan dalam tenggang waktu 180 hari setelah putusan / penetapan mempunyai kekuasaan hukum tetap, atau sejak diketemukan bukti-bukti baru atau bukti-bukti adanya penipuan. - Rp 2.500.000 harus dibayar ke Panitera Pengadilan Tingkat Pertama - Dalam tempo 14 días atrás Panitera memberitahukan salinan permohonan PK kepada pihak lainnya, dengan alasan2 dan pihak leyan harus menjawab dalam tempo 30 hari. - Berkas yang sudah sedemikian rupa de disusun akhirnya dikirim ke Makamah Agung. Alasan2 PK: - Apabila keputusan didasarakan atas Suatu kebohongan atau tipu muslihat dari pihak lawan yang diketahui setelah perkara diputus atau pada Suatu keterangan saksi atau Surat-Surat Bukti yang kemudian oleh Hakim pidana dinyatakan palsu - Apabila setelah diputus, diketemukan Bukti Surat-Surat yang bersifat Menentukan, yang pada batas, waktu perkara, diperiksa, tidak dapat diketemukan, - Apabila dikabulkan suatu hal yang tidak dituntut y atau lebih dari yang dituntut. - Apabila mengenai Suatu Bahagian dari tuntutan belum diputus Tampa dipertimbangkan sebab-sebabnya, - Apabila Antara pihak-pihak yang sama, mengenai soal yang sama, atas Dasar yang sama, olé pengadilan yang sama atau sama tingkatannya telah diberikan putusan yang satu dengan yang saling lainnya Bertentangan - Apabila dalam satu putusan terdapat ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan yang lainnya (pasal 67 UU no 14 1985). 2.6 Perkara Pidana Peninjauan Kembali Tidak bisa terhadap putusan bebas. Ketentuan-ketentuan lain untuk jaksa liat KUHAP pasal 263- 269. - Panitera wajib menanyakan alasan-alasannya dan untuk itu Panta mierda harus membuat surat permintaan Peninjauan Kembali kepada Jaksa Penuntut Umum. - Menyediakan berita acara pemeriksaan Peninjauan Kembali es una especie de peninjauan kembali yang ditandatangani oleh Hakim, Jaksa, Pemohon dan Panitera. - Noticias y bitácoras acara pendapat Ketua Pengadilan Negeri tentang Peninjauan Kembali, - Permintaan Peninjauan Kembali yang dilampiri berkas perkara semula, berita acara pemeriksaan dan berita acara pendapat dikirim ke Makamah Agung dengan pos tercatat yang tembusan Surat pengantarnya disampaikan kepada pemohon dan jaksa. Alasan2 PK: - Apabila terdapat baru keadaan yang menimbulkan dugaan Kuat, bahwa jika keadaan UIT sudah diketahui pada waktu Sidang masih berlangsung, hasilnya Akan berupa putusan bebas atau putusan lepas dari tuntutan hukum atau tuntutan penuntut umum tidak de Dapat diterima atau terhadap perkara UIT diterapkan ketentuan pidana yang Lebih Ringan, - Apabila dentro berbagai putusan terdapat pernyataan bahwa sesuatu telah terbukti, akan hal tetapi atau keadaan sebagai Dasar dan alasan putusan yang dinyatakan telah terbukti UIT, Ternyata telah bertentangan satu dengan de Más - Apabila putusan UIT dengan Jelas memperlihatkan Suatu kekhilafan Hakim atau Kekeliruan yang nyata - Apabila dalam putusan itu suatu perbuatan yang didakwakan telah dinyatakan terbukti akan tetapi tidak diikuti oleh suatu permidanaan pasal 263 (3) KUHAP. Makamah Agung dapat menjatuhkan putusan berupa: - putusan bebas - putusan lepas dari segala tuntutan hukum - putusan tidak dapat menerima tuntutan penuntut umum - putusan dengan menerapkan ketentutan pidana yang lebih ringan. 2.7 Perkara Pidana Grasi - Dapat diajukan oled terpidana sendiri, keluarga dan kuasanya kepada Página principal de los paneles solares Pantera Pengadilan Negeri setempat, tempat dimana terpidana diadili pada tingkat agama pertama. - Tenggang waktu penangguhan pelaksanaan putusan 14 hari sesuai UU Grasi No 3 1950: o Surat penolakan tegas atau penerimaan grasi yang telah diajukan kepada, o Bentuk grasi yang diberkan apabila ada, o Keterangan estado del orang yang dipidana: 167 Apakah belum atau telah / sedang menjalani pidana atau pidana pengganti, 167 Jika belum, ada di dentro / luar Tahanan, 167 Jika dijatuhi pidana Denda, apalah sudah lunas dibayar atau belum atau menyalami pidana pengganti 167 Jika dijatuhi pidana tambahan berupa peramapasan barang Bukti, dimana barang UIT tetap disimpan, Diuangkan, dsb. 167 Perlas de perla, perlas de mariposas, peras de mariposas, perlas de mariposas, colgantes de perlas, colgantes, colgantes, colgantes, colgantes y colgantes. Registro de Macam2: a. Pengadilan Negeri 1. Perkara Perdata a. Registrarse Induk Perkara Perdata Gugatan, n. Registrarse Induk Perdata Pemohonan, c. Registro Permohonan Banding, d. Registro Permohonan Kasasi, e. Registro Permohonan Peninjauan Kembali, f. Registro Surat Kuasa khusus, g. Registrarse Penyitaan barang tidak bergerak, h. Registro Penyitaan barang bergerak, i. Registro Somasi (tegoran), j. Registro eksekusi / fiat eksekusi. 2. Perkara Pidana a. Registrarse Induk Perkara Pidana Biasa, n. Registrarse Induk Perkara Pidana Singkat, i. Registro Perkara Pidana Cepat, ii. Registro Perkara Lalu Lintas, c. Registrarse Penahanan, d. Registrarse Izin Penggeledahan, e. Registro Izin Penyitaan, f. Registro Barang Bukti, g. Registro Permohonan Banding, h. Registro Permohonan Kasasi, i. Registro Praperadilan, j. Registro Permohonan Peninjauan Kembali k. Registro Permohonan Grasi / Remisi. segundo. Pengadilan Tinggi 1. Perkara Perdata a. Registro Perkara Banding 2. Perkara Pidana a. Registro Perkara Banding, b. Registrarse Penahanan, c. Registro Barang Bukti, Jenis Klasifikasi Perkara Pidana: 1. negara Kejahatan terhadap Privacidad y seguridad, 2. Kejahatan terhadap martabat Presiden / Wakil, 3. Kejahatan terhadap Negara Sahabat dan terhadap Kepala Negara Sahabat dan Wakilnya, 4. Kejahatan terhadap melakukan kewajiban dan hak kenegaraan. 5. Kejahatan terhadap ketertiban umum, 6. Kejahatan yang membahayakan Privacidad y seguridad umum bagi orangután atau barang, 7. Kejahatan terhadap penguasa umum, 8. Sumpah / Keterangan Palsu, 9. Pemalsuan uang, 10. Pemalsuan Merek / Materai, 11. Pemalsuan Surat, 12. Kejahatan terhadap asal-usul perkawinan dan, 13. Kejahatan kesusilaan, 14. Kejahatan Perjudian, 15. Meninggalkan orang yang Perlu ditolong, 16. Penghinaan, 17. Membuka Rahasia, 18. Kejahatan terhadap Kemerdekaan orangután acostado, 19. Kejahatan terhadap Nyawa , 20. Penganiayaan, 21. Menyebabkan mati / luka, 22. Pencurian, 23. Pemerasan dan Pengancaman, 24. Penggelapan, 25. Penipuan, 26. Merugikan Pemiutang atau orang yang berhak, 27. Menjancurkán atau merusak barang, 28. Kejahatan jahatan , 29. Kejahatan Pelayanan, 30. Penadahan, 31. Kejahatan Penerbitan dan Percetakan, 32. Tindakan Pidana Ekonomi, 33. Pemerasan dan korupsi, 34. Tindakan Pidana Subversi, 35. Tindakan Pidana Narkotika, 36. Tindakan Pidana Agama, 37. Tindakan Pidana Imigrasi, 38. Tindakan Pidana Devisa, 39. Tindakan Pidana Lain, 40. Tindakan Pidana Koneksitas, 41. Tindakan Pidana Lingkungan Hidup. Klasifikasi Hukum Perdata dan Adat 1. Orang dan Kewarganegaraan, 2. Hubungan keluarga, perkawinan dan perceraian, 3. Warisan, 4. Tanah, 5. Benda (bukan tanah) 6. Perikatan, 7. Perjanjian Kerja, 8. Hibah dan Wakaf, 9. Lain-lain. Klasifikasi Hukum Dagang 1. Koperasi dan Firma, 2. Perseroan, 3. Perbankan, 4. Surat Berharga, Bursa dan Saham, 5. Asuransi 6. Pengangkutan, 7. Perusahaan, 8. Kebangkrutan, 9. Dll. Selama terhadap putusan UIT masih de Dapat dilawan, dibanding atau dimintakan kasasi, maka Selama UIT keputusan tersebut belum menjadi tetap dan tidak de Dapat dilaksanakan. PERATURAN Pemerintah PENGGANTI Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Año 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME Presiden Republik Indonesia, bahwa dentro mewujudkan tujuan Nasional sebagaimana dimaksud dentro Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yakni melindungi segenap Bangsa Indonesia dan Seluruh tumpah darah Indonesia, dan Untuk memajukan Kesejahteraan umum, mencerdaskan Kehidupan Bangsa dan Ikut melaksanakan ketertiban Dunia yang Kemerdekaan berdasarkan, Abadi perdamaian dan Keadilan sosial, maka Mutlak diperlukan penegakan hukum Dan ketertiban secara konsisten dan berkesinambungan bahwa terorisme telah menghilangkan Nyawa tanpa memandang korbán dan menimbulkan ketakutan masyarakat secara Luas, atau hilangnya Kemerdekaan, Serta kerugian harta Benda, olé karena UIT Perlu dilaksanakan Langkah-Langkah pemberantasan bahwa terorisme mempunyai Jaringan yang Luas sehingga merupakan ancaman terhadap perdamaian Dan Privacidad y seguridad Nasional maupun internasional bahwa pemberantasan terorisme didasarkan pada komitmen Nasional dan Internasional dengan membentuk Peraturan perundang-Undangan Nasional yang mengacu pada konvensi internasional dan Peraturan perundang-Undangan yang berkaitan dengan terorisme bahwa Peraturan perundang-Undangan yang berlaku sampai Saat ini belum secara komprehensif dan memadai Untuk memberantas tindak pidana terorisme bahwa berdasarkan Pertimbangan pada huruf una, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf correo, dan adanya kebutuhan yang sangat mendesak Perlu mengatur pemberantasan tindak pidana terorisme dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Pasal 22, aleya (1) Undang-Undang Dasar 1945 sebagaimana telah diubah dengan Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945 PERATURANO PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERRORISMO. Dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang dimaksud dengan: Tindak pidana terorisme adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuán dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. Setiap orang adalah orang perseorangan, orang baik sipil, militer, maupun polisi yang bertanggung jawab secara individual, atau korporasi. Korporasi es un kumpulan orang dan / atau kekayaan yang terorganisasi baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Kekerasan adalah setiap perbuatan penyalahgunaan kekuatan fisik dengan atau tanpa menggunakan sarana secara melawan hukum dan menimbulkan Bahaya bagi badán, Nyawa, dan Kemerdekaan orangután, orangután termasuk menjadikan pingsan atau tidak berdaya. Ancaman el adalá seta el pergamino yang dengan sengaja dilakukan el miembro de la familia el ataúder peringatan el suatu keadaan yang el cenderung dapat menimbulkan rasa takut terhadap orang atau masyarakat secara luas. Pemerintah Republik Indonesia adalah pemerintah Republik Indonesia dan perwakilan República de Indonesia di luar negeri. Perwakilan negara asing adalah perwakilán diplomatik dan konsuler asing beserta anggota-anggotanya. Organizaciones Internacionales organización de adalas yang berada dalam lingkup struktur organiza Perserikatan Bangsa-Bangsa atau organiza internasional lainnya di luar Perserikatan Bangsa-Bangsa atau yang menjalankan tugas mewakili Perserikatan Bangsa-Bangsa. Harta kekayaan adalá sema benda bergerak atau benda tidak bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud. Obyek vital yang estrategas adalah tempat, lokasi, atau bangunan yang mempunyai nilai ekonomis, politis, sosial, budaya, pertahanan serta keamanan yang sangat tinggi, termasuk fasilitas internasional. Fasilitas publik adalah tempat yang dipergunakan untuk kepentingan masyarakat secara umum. Bahárabe peledak adalah semua bahan yang dapat meledak, semua jenis mesiu, bom, bom pembakar, ranjau, granat tangan, atau semua bahan peledak dari bahan kimia atau bahan lain yang dipergunakan untuk menimbulkan ledakan. Pemberantasan tindak pidana terorisme dentro Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini kebijakan merupakan dan Langkah-Langkah Strategis Untuk memperkuat ketertiban masyarakat, dan keselamatan masyarakat dengan tetap menjunjung Tinggi hukum dan hak Asasi manusia, tidak bersifat diskriminatif, baik berdasarkan suku, Agama, ras, maupun Antargolongan Peraturan Pemerintah PENGGANTI Undang-Undang (1) Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini berlaku terhadap setiap orang yang melakukan atau bermaksud melakukan tindak pidana terorisme di wilayah negara Republik Indonesia dan / atau negara permanecido juga mempunyai yurisdiksi dan menyatakan maksudnya Untuk melakukan penuntutan terhadap pelaku tersebut . (2) Negara yacido mempunyai yurisdiksi sebagaimana dimaksud dentro aleya (1), apabila: kejahatan dilakukan oleh warga negara dari negara yang bersangkutan kejahatan dilakukan terhadap warga negara dari negara yang bersangkutan kejahatan tersebut juga dilakukan di negara yang bersangkutan kejahatan dilakukan terhadap Suatu negara atau fasilitas Pemerintah dari Negara yang bersangkutan di luar negeri termasuk Perwakilan negara asing atau tempat kediaman pejabat Diplomatik atau konsuler dari negara yang bersangkutan kejahatan dilakukan dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa negara yang bersangkutan melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu kejahatan dilakukan terhadap Pesawat udara yang dioperasikan oleh Pemerintah negara Yang bersangkutan atau kejahatan dilakukan di atas kapal yang berbendera negara tersebut atau pesawat udara yang terdaftar berdasarkan undang-undang negara yang bersangkutan pada saat kejahatan itu dilakukan. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini berlaku juga terhadap tindak pidana terorisme yang dilakukan: terhadap warga negara Republik Indonesia di luar wilayah negara Republik Indonesia terhadap fasilitas negara Republik Indonesia di luar negeri termasuk tempat kediaman pejabat Diplomatik dan konsuler Republik Indonesia dengan kekerasan atau ancaman kekerasan Untuk memaksa Pemerintah Republik Indonesia melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu Untuk memaksa Organisasi internasional di Indonesia melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu di atas kapal yang berbendera negara Republik Indonesia atau Pesawat udara yang terdaftar berdasarkan negara undang-undang Republik Indonesia pada Saat kejahatan UIT dilakukan atau oleh setiap Orang yang tidak memiliki kewarganegaraan dan bertempat tinggal di wilayah negro Republik Indonesia. Tindak pidana terorisme yang diatur dentro Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dikecualikan dari tindak pidana politik, tindak pidana yang berkaitan dengan tindak pidana politik, tindak pidana dengan motivo politik, dan tindak pidana dengan tujuan politik, yang menghambat proses ekstradisi. TINDAK PIDANA TERORISME Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan menimbulkan Suasana teror atau rasa Takut terhadap orangután secara meluas atau menimbulkan korbán yang bersifat masal, cara dengan merampas Kemerdekaan atau hilangnya Nyawa dan harta Benda orangután acostado, atau mengakibatkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek - obyek vital yang strategis atau lingkungan hidup atau fasilitas publik atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan bermaksud Untuk menimbulkan Suasana teror atau rasa Takut terhadap orangután secara meluas atau menimbulkan korbán yang bersifat masal dengan Cara merampas Kemerdekaan atau hilangnya Nyawa atau harta Benda orangután acostado, atau Untuk menimbulkan kerusakan atau kehancuran terhadap obyek - Obyek vital yang estrategias, atau lingkungan hidup, atau fasilitas publik, atau fasilitas internasional, dipidana dengan pidana penjara paling lama seumur hidup. Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dentro Pasal 6, setiap orang yang: menghancurkan, membuat tidak de Dapat dipakai atau merusak bangunan Untuk pengamanan Lalu Lintas udara atau menggagalkan Usaha Untuk pengamanan bangunan tersebut menyebabkan hancurnya, tidak de Dapat dipakainya atau rusaknya bangunan Untuk pengamanan Lalu Lintas udara, atau gagalnya Usaha Untuk pengamanan bangunan tersebut dengan sengaja dan melawan hukum menghancurkan, merusak, mengambil, atau memindahkan tanda atau ALAT Untuk pengamanan penerbangan, atau menggagalkan bekerjanya tanda atau ALAT tersebut, atau memasang tanda atau ALAT yang keliru karena kealpaannya menyebabkan tanda atau ALAT Untuk pengamanan penerbangan Hancur, rusak, terambil atau pindah atau menyebabkan terpasangnya tanda atau ALAT Untuk pengamanan penerbangan yang keliru dengan sengaja atau melawan hukum, menghancurkan atau membuat tidak de Dapat dipakainya Pesawat udara yang seluruhnya atau sebagian kepunyaan orangután Lain dengan sengaja dan melawan hukum mencelakakan, menghancurkan, membuat tidak de Dapat dipakai atau merusak Pesawat udara karena kealpaannya menyebabkan Pesawat udara celaka, Hancur, tidak de Dapat dipakai, atau rusak dengan maksud Untuk menguntungkan diri sendiri atau orangután permanecido dengan melawan hukum, atas penanggung Asuransi menimbulkan kebakaran atau ledakan, kecelakaan kehancuran, kerusakan atau membuat tidak de Dapat dipakainya Pesawat udara yang dipertanggungkan terhadap Bahaya atau yang dipertanggungkan muatannya maupun Upah yang akan diterima Untuk pengangkutan muatannya, ataupun Untuk kepentingan muatan tersebut telah diterima uang tanggungan dentro Pesawat udara dengan perbuatan yang melawan hukum, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai Pesawat udara dentro penerbangan dentro Pesawat udara dengan kekerasan atau ancaman kekerasan atau ancaman dentro bentuk lainnya, merampas atau mempertahankan perampasan atau menguasai pengendalian Pesawat udara dentro penerbangan melakukan bersama-sama sebagai kelanjutan permufakatan Jahat, dilakukan dengan direncanakan terlebih dahulu, mengakibatkan Luka berat seseorang, mengakibatkan kerusakan pada Pesawat udara sehingga de Dapat membahayakan penerbangannya, dilakukan dengan maksud Untuk merampas Kemerdekaan atau meneruskan merampas Kemerdekaan seseorang dengan sengaja dan melawan hukum melakukan perbuatan kekerasan terhadap seseorang di dentro Pesawat udara dentro penerbangan, jika perbuatan UIT de Dapat membahayakan keselamatan Pesawat udara tersebut dengan sengaja Dan melawan hukum merusak Pesawat udara dentro dinas atau menyebabkan kerusakan atas Pesawat udara tersebut yang menyebabkan tidak de Dapat terbang atau membahayakan Privacidad y seguridad penerbangan dengan sengaja dan melawan hukum menempatkan atau menyebabkan ditempatkannya di dentro Pesawat udara dentro de dinas, dengan Cara apapun, atau ALAT bahan yang de Dapat menghancurkan Pesawat udara yang membuatnya tidak de Dapat terbang atau menyebabkan kerusakan Pesawat udara tersebut yang de Dapat membahayakan Privacidad y seguridad dentro de un penerbangan melakukan secara bersama-sama 2 (DUA) orangután Lebih atau, sebagai kelanjutan dari permufakatan Jahat, melakukan dengan direncanakan Lebih dahulu, dan mengakibatkan Luka berat bagi seseorang Dari perbuatan sebagaimana dimaksud dentro huruf l, huruf m, huruf dan n keterangan memberikan yang diketahuinya adalah palsu dan karena perbuatan UIT membahayakan Privacidad y seguridad Pesawat udara dentro penerbangan di dentro Pesawat udara melakukan perbuatan yang de Dapat membahayakan Privacidad y seguridad dentro de un Pesawat udara dentro penerbangan di dentro Pesawat udara melakukan perbuatan - perbuatan yang de Dapat mengganggu ketertiban dan tata tertib di dentro Pesawat udara dentro penerbangan. Setiap orang yang secara melawan hukum memasukkan ke Indonesia, membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dentro miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan ke dan / atau dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi, atau sesuatu bahan peledak dan bahan-bahan lainnya yang berbahaya dengan maksud untuk melakukan tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 20 (dua puluh ) tahun. Dipidana dengan pidana yang sama dengan pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, setiap orang yang dengan sengaja menggunakan senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya, sehingga menimbulkan suasana teror, atau rasa takut terhadap orang secara meluas, menimbulkan korban yang bersifat massal, membahayakan terhadap kesehatan, terjadi kekacauan terhadap kehidupan, keamanan, dan hak-hak orang, atau terjadi kerusakan, kehancuran terhadap obyek-obyek vital yang strategis, lingkungan hidup, fasilitas publik, atau fasilitas internasional. Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan dana dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 10. Dipidana karena melakukan tindak pidana terorisme dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun, setiap orang yang dengan sengaja menyediakan atau mengumpulkan harta kekayaan dengan tujuan akan digunakan atau patut diketahuinya akan digunakan sebagian atau seluruhnya untuk melakukan : tindakan secara melawan hukum menerima, memiliki, menggunakan, menyerahkan, mengubah, membuang bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya yang mengakibatkan atau dapat mengakibatkan kematian atau luka berat atau menimbulkan kerusakan harta benda mencuri atau merampas bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya penggelapan atau memperoleh secara tidak sah bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif atau komponennya meminta bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya secara paksa atau ancaman kekerasan atau dengan segala bentuk intimidasi 1) menggunakan bahan nuklir, senjata kimia, senjata biologis, radiologi, mikroorganisme, radioaktif, atau komponennya untuk menimbulkan kematian atau luka berat atau kerusakan harta benda atau 2) melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf b dengan tujuan untuk memaksa orang lain, organisasi internasional, atau negara lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu. mencoba melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c dan ikut serta dalam melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam huruf a sampai dengan huruf f. Setiap orang yang dengan sengaja memberikan bantuan atau kemudahan terhadap pelaku tindak pidana terorisme, dengan : memberikan atau meminjamkan uang atau barang atau harta kekayaan lainnya kepada pelaku tindak pidana terorisme menyembunyikan pelaku tindak pidana terorisme atau menyembunyikan informasi tentang tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Setiap orang yang merencanakan dan/atau menggerakkan orang lain untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup. Setiap orang yang melakukan permufakatan jahat, percobaan, atau pembantuan untuk melakukan tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12 dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidananya. Setiap orang di luar wilayah negara Republik Indonesia yang memberikan bantuan, kemudahan, sarana, atau keterangan untuk terjadinya tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana yang sama sebagai pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, dan Pasal 12. (1) Dalam hal tindak pidana terorisme dilakukan oleh atau atas nama suatu korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dilakukan terhadap korporasi dan/atau pengurusnya. (2) Tindak pidana terorisme dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang baik berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut baik sendiri maupun bersama-sama. (3) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus. (1) Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka panggilan untuk menghadap dan penyerahan surat panggilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor. (2) Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporasi hanya dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp 1.000.000.000.000,- (satu triliun rupiah). (3) Korporasi yang terlibat tindak pidana terorisme dapat dibekukan atau dicabut izinnya dan dinyatakan sebagai korporasi yang terlarang. Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 8, Pasal 9, Pasal 10, Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 15, Pasal 16 dan ketentuan mengenai penjatuhan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. TINDAK PIDANA LAIN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA TERORISME Setiap orang yang dengan menggunakan kekerasan atau ancaman kekerasan atau dengan mengintimidasi penyelidik, penyidik, penuntut umum, penasihat hukum, dan/atau hakim yang menangani tindak pidana terorisme sehingga proses peradilan menjadi terganggu, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Setiap orang yang memberikan kesaksian palsu, menyampaikan alat bukti palsu atau barang bukti palsu, dan mempengaruhi saksi secara melawan hukum di sidang pengadilan, atau melakukan penyerangan terhadap saksi, termasuk petugas pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun. Setiap orang yang dengan sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun. Setiap saksi dan orang lain yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (2) dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun. Ketentuan mengenai penjatuhan pidana minimum khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20, Pasal 21, dan Pasal 22, tidak berlaku untuk pelaku tindak pidana terorisme yang berusia di bawah 18 (delapan belas) tahun. PENYIDIKAN, PENUNTUTAN, DAN PEMERIKSAAN DI SIDANG PENGADILAN (1) Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan dalam perkara tindak pidana terorisme, dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. (2) Untuk kepentingan penyidikan dan penuntutan, penyidik diberi wewenang untuk melakukan penahanan terhadap tersangka paling lama 6 (enam) bulan. (1) Untuk memperoleh bukti permulaan yang cukup, penyidik dapat menggunakan setiap laporan intelijen. (2) Penetapan bahwa sudah dapat atau diperoleh bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan proses pemeriksaan oleh Ketua atau Wakil Ketua Pengadilan Negeri. (3) Proses pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dilaksanakan secara tertutup dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari. (4) Jika dalam pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditetapkan adanya bukti permulaan yang cukup, maka Ketua Pengadilan Negeri segera memerintahkan dilaksanakan penyidikan. Alat bukti pemeriksaan tindak pidana terorisme meliputi : alat bukti sebagaimana dimaksud dalam Hukum Acara Pidana alat bukti lain berupa informasi yang diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dengan alat optik atau yang serupa dengan itu dan data, rekaman, atau informasi yang dapat dilihat, dibaca, dan/atau didengar, yang dapat dikeluarkan dengan atau tanpa bantuan suatu sarana, baik yang tertuang di atas kertas, benda fisik apapun selain kertas, atau yang terekam secara elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada : 1) tulisan, suara, atau gambar 2) peta, rancangan, foto, atau sejenisnya 3) huruf, tanda, angka, simbol, atau perforasi yang memiliki makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu membaca atau memahaminya. Penyidik dapat melakukan penangkapan terhadap setiap orang yang diduga keras melakukan tindak pidana terorisme berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (2) untuk paling lama 7 x 24 (tujuh kali dua puluh empat) jam. (1) Penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang memerintahkan kepada bank dan lembaga jasa keuangan untuk melakukan pemblokiran terhadap harta kekayaan setiap orang yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana terorisme dan/atau tindak pidana yang berkaitan dengan terorisme. (2) Perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dilakukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai : nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim identitas setiap orang yang telah dilaporkan oleh bank dan lembaga jasa keuangan kepada penyidik, tersangka, atau terdakwa tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan dan tempat harta kekayaan berada. (3) Bank dan lembaga jasa keuangan setelah menerima perintah penyidik, penuntut umum, atau hakim sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib melaksanakan pemblokiran sesaat setelah surat perintah pemblokiran diterima. (4) Bank dan lembaga jasa keuangan wajib menyerahkan berita acara pelaksanaan pemblokiran kepada penyidik, penuntut umum, atau hakim paling lambat 1 (satu) hari kerja terhitung sejak tanggal pelaksanaan pemblokiran. (5) Harta kekayaan yang diblokir harus tetap berada pada bank dan lembaga jasa keuangan yang bersangkutan. (6) Bank dan lembaga jasa keuangan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan ayat (4) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (1) Untuk kepentingan pemeriksaan dalam perkara tindak pidana terorisme, maka penyidik, penuntut umum, atau hakim berwenang untuk meminta keterangan dari bank dan lembaga jasa keuangan mengenai harta kekayaan setiap orang yang diketahui atau patut diduga melakukan tindak pidana terorisme. (2) Dalam meminta keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terhadap penyidik, penuntut umum, atau hakim tidak berlaku ketentuan Undang-undang yang mengatur tentang rahasia bank dan kerahasiaan transaksi keuangan lainnya. (3) Permintaan keterangan harus diajukan secara tertulis dengan menyebutkan secara jelas mengenai : nama dan jabatan penyidik, penuntut umum, atau hakim identitas setiap orang yang diketahui atau patut diduga melakukan tindak pidana terorisme tindak pidana yang disangkakan atau didakwakan dan tempat harta kekayaan berada. (4) Surat permintaan untuk memperoleh keterangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus ditandatangani oleh : Kepala Kepolisian Daerah atau pejabat yang setingkat pada tingkat Pusat dalam hal permintaan diajukan oleh penyidik Kepala Kejaksaan Tinggi dalam hal permintaan diajukan oleh penuntut umum Hakim Ketua Majelis yang memeriksa perkara yang bersangkutan. (1) Berdasarkan bukti permulaan yang cukup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4), penyidik berhak: membuka, memeriksa, dan menyita surat dan kiriman melalui pos atau jasa pengiriman lainnya yang mempunyai hubungan dengan perkara tindak pidana terorisme yang sedang diperiksa menyadap pembicaraan melalui telepon atau alat komunikasi lain yang diduga digunakan untuk mempersiapkan, merencanakan, dan melakukan tindak pidana terorisme. (2) Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b, hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun. (3) Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik. (1) Dalam pemeriksaan, saksi memberikan keterangan terhadap apa yang dilihat dan dialami sendiri dengan bebas dan tanpa tekanan. (2) Dalam penyidikan dan pemeriksaan di sidang pengadilan, saksi dan orang lain yang bersangkutan dengan tindak pidana terorisme dilarang menyebutkan nama atau alamat pelapor atau hal-hal lain yang memberikan kemungkinan dapat diketahuinya identitas pelapor. (3) Sebelum pemeriksaan dilakukan, larangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberitahukan kepada saksi dan orang lain tersebut. Saksi, penyidik, penuntut umum, dan hakim yang memeriksa beserta keluarganya dalam perkara tindak pidana terorisme wajib diberi perlindungan oleh negara dari kemungkinan ancaman yang membahayakan diri, jiwa, dan/atau hartanya, baik sebelum, selama, maupun sesudah proses pemeriksaan perkara. (1) Perlindungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 dilakukan oleh aparat penegak hukum dan aparat keamanan berupa : perlindungan atas keamanan pribadi dari ancaman fisik dan mental kerahasiaan identitas saksi pemberian keterangan pada saat pemeriksaan di sidang pengadilan tanpa bertatap muka dengan tersangka. (2) Ketentuan mengenai tata cara perlindungan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah. (1) Dalam hal terdakwa telah dipanggil secara sah dan patut tidak hadir di sidang pengadilan tanpa alasan yang sah, maka perkara dapat diperiksa dan diputus tanpa hadirnya terdakwa. (2) Dalam hal terdakwa hadir pada sidang berikutnya sebelum putusan dijatuhkan, maka terdakwa wajib diperiksa, dan segala keterangan saksi dan surat-surat yang dibacakan dalam sidang sebelumnya dianggap sebagai diucapkan dalam sidang yang sekarang. (3) Putusan yang dijatuhkan tanpa kehadiran terdakwa diumumkan oleh penuntut umum pada papan pengumuman pengadilan, kantor Pemerintah Daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya. (4) Terdakwa atau kuasanya dapat mengajukan kasasi atas putusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (5) Dalam hal terdakwa meninggal dunia sebelum putusan dijatuhkan dan terdapat bukti yang cukup kuat bahwa yang bersangkutan telah melakukan tindak pidana terorisme, maka hakim atas tuntutan penuntut umum menetapkan perampasan harta kekayaan yang telah disita. (6) Penetapan perampasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5) tidak dapat dimohonkan upaya hukum. (7) Setiap orang yang berkepentingan dapat mengajukan keberatan kepada pengadilan yang telah menjatuhkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (5), dalam waktu 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pengumuman sebagaimana dimaksud dalam ayat (3). KOMPENSASI, RESTITUSI, DAN REHABILITASI (1) Setiap korban atau ahli warisnya akibat tindak pidana terorisme berhak mendapatkan kompensasi atau restitusi. (2) Kompensasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), pembiayaannya dibebankan kepada negara yang dilaksanakan oleh Pemerintah. (3) Restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), merupakan ganti kerugian yang diberikan oleh pelaku kepada korban atau ahli warisnya. (4) Kompensasi dan/atau restitusi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam amar putusan pengadilan. (1) Setiap orang berhak memperoleh rehabilitasi apabila oleh pengadilan diputus bebas atau diputus lepas dari segala tuntutan hukum yang putusannya telah mempunyai kekuatan hukum tetap. (2) Rehabilitasi tersebut diberikan dan dicantumkan sekaligus dalam putusan pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1). (1) Pengajuan kompensasi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada Menteri Keuangan berdasarkan amar putusan pengadilan negeri. (2) Pengajuan restitusi dilakukan oleh korban atau kuasanya kepada pelaku atau pihak ketiga berdasarkan amar putusan. (3) Pengajuan rehabilitasi dilakukan oleh korban kepada Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia. Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) dan pelaku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) memberikan kompensasi dan/atau restitusi, paling lambat 60 (enam puluh) hari kerja terhitung sejak penerimaan permohonan. (1) Pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi dilaporkan oleh Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga kepada Ketua Pengadilan yang memutus perkara, disertai dengan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, restitusi, dan/atau rehabilitasi tersebut. (2) Salinan tanda bukti pelaksanaan pemberian kompensasi, dan/atau restitusi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan kepada korban atau ahli warisnya. (3) Setelah Ketua Pengadilan menerima tanda bukti sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Ketua Pengadilan mengumumkan pelaksanaan tersebut pada papan pengumuman pengadilan yang bersangkutan. (1) Dalam hal pelaksanaan pemberian kompensasi dan/atau restitusi kepada pihak korban melampaui batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39, korban atau ahli warisnya dapat melaporkan hal tersebut kepada pengadilan. (2) Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) segera memerintahkan Menteri Keuangan, pelaku, atau pihak ketiga untuk melaksanakan putusan tersebut paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal perintah tersebut diterima. Dalam hal pemberian kompensasi dan/atau restitusi dapat dilakukan secara bertahap, maka setiap tahapan pelaksanaan atau keterlambatan pelaksanaan dilaporkan kepada pengadilan. KERJA SAMA INTERNASIONAL Dalam rangka pencegahan dan pemberantasan tindak pidana terorisme, Pemerintah Republik Indonesia melaksanakan kerja sama internasional dengan negara lain di bidang intelijen, kepolisian dan kerjasama teknis lainnya yang berkaitan dengan tindakan melawan terorisme sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. kewenangan atasan yang berhak menghukum yakni : 1) melakukan penyidikan terhadap prajurit bawahannya yang ada di bawah wewenang komandonya yang pelaksanaannya dilakukan oleh penyidik polisi militer atau penyidik oditur 2) menerima laporan pelaksanaan penyidikan dari penyidik polisi militer atau penyidik oditur 3) menerima berkas perkara hasil penyidikan dari penyidik polisi militer atau penyidik oditur dan 4) melakukan penahanan terhadap tersangka anggota bawahannya yang ada di bawah wewenang komandonya. kewenangan perwira penyerah perkara yang : 1) memerintahkan penyidik untuk melakukan penyidikan 2) menerima laporan tentang pelaksanaan penyidikan 3) memerintahkan dilakukannya upaya paksa 4) memperpanjang penahanan 5) menerima atau meminta pendapat hukum dari oditur tentang penyelesaian suatu perkara 6) menyerahkan perkara kepada pengadilan yang berwenang untuk memeriksa dan mengadili 7) menentukan perkara untuk diselesaikan menurut hukum disiplin prajurit dan 8) menutup perkara demi kepentingan hukum atau demi kepentingan umum/militer, dinyatakan tidak berlaku dalam pemeriksaan tindak pidana terorisme menurut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. Presiden dapat mengambil langkah-langkah untuk merumuskan kebijakan dan langkah-langkah operasional pelaksanaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dapat diperlakukan surut untuk tindakan hukum bagi kasus tertentu sebelum mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini, yang penerapannya ditetapkan dengan Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tersendiri. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia. Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2002 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, Diundangkan di Jakarta pada tanggal 18 Oktober 2002 SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA, LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2002 NOMOR 106 Salinan sesuai dengan aslinya Deputi Sekretaris Kabinet Bidang Hukum dan Perundang-undangan, Lambock V. Nahattands PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 1 TAHUN 2002 PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA TERORISME Sejalan dengan Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, maka Negara Republik Indonesia adalah negara kesatuan yang berlandaskan hukum dan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk memelihara kehidupan yang aman, damai, dan sejahtera serta ikut serta secara aktif memelihara perdamaian dunia. Untuk mencapai tujuan tersebut di atas pemerintah wajib memelihara dan menegakkan kedaulatan dan melindungi setiap warga negaranya dari setiap ancaman atau tindakan destruktif baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara karena terorisme sudah merupakan kejahatan yang bersifat internasional yang menimbulkan bahaya terhadap keamanan, perdamaian dunia serta merugikan kesejahteraan masyarakat sehingga perlu dilakukan pemberantasan secara berencana dan berkesinambungan sehingga hak asasi orang banyak dapat dilindungi dan dijunjung tinggi. Komitmen masyarakat internasional dalam mencegah dan memberantas terorisme sudah diwujudkan dalam berbagai konvensi internasional yang menegaskan bahwa terorisme merupakan kejahatan yang mengancam perdamaian dan keamanan umat manusia sehingga seluruh anggota Perserikatan Bangsa-bangsa termasuk Indonesia wajib mendukung dan melaksanakan resolusi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-bangsa yang mengutuk dan menyerukan seluruh anggota Perserikatan Bangsa-bangsa untuk mencegah dan memberantas terorisme melalui pembentukan peraturan perundang-undangan nasional negaranya. Pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia merupakan kebijakan dan langkah antisipatif yang bersifat proaktif yang dilandaskan kepada kehati-hatian dan bersifat jangka panjang karena : Pertama, Masyarakat Indonesia adalah masyarakat multi-etnik dengan beragam dan mendiami ratusan ribu pulau-pulau yang tersebar di seluruh wilayah nusantara serta ada yang letaknya berbatasan dengan negara lain. Kedua, dengan karakteristik masyarakat Indonesia tersebut seluruh komponen bangsa Indonesia berkewajiban memelihara dan meningkatkan kewaspadaan menghadapi segala bentuk kegiatan yang merupakan tindak pidana terorisme yang bersifat internasional. Ketiga, konflik-konflik yang terjadi akhir-akhir ini sangat merugikan kehidupan berbangsa dan bernegara serta merupakan kemunduran peradaban dan dapat dijadikan tempat yang subur berkembangnya tindak pidana terorisme yang bersifat internasional baik yang dilakukan oleh warga negara Indonesia maupun yang dilakukan oleh orang asing. Terorisme yang bersifat internasional merupakan kejahatan yang terorganisasi, sehingga pemerintah dan bangsa Indonesia wajib meningkatkan kewaspadaan dan bekerja sama memelihara keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemberantasan tindak pidana terorisme di Indonesia tidak semata-mata merupakan masalah hukum dan penegakan hukum melainkan juga merupakan masalah sosial, budaya, ekonomi yang berkaitan erat dengan masalah ketahanan bangsa sehingga kebijakan dan langkah pencegahan dan pemberantasannyapun ditujukan untuk memelihara keseimbangan dalam kewajiban melindungi kedaulatan negara, hak asasi korban dan saksi, serta hak asasi tersangka/terdakwa. Pemberantasan tindak pidana terorisme dengan ketiga tujuan di atas menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang menjunjung tinggi peradaban umat manusia dan memiliki cita perdamaian dan mendambakan kesejahteraan serta memiliki komitmen yang kuat untuk tetap menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdaulat di tengah-tengah gelombang pasang surut perdamaian dan keamanan dunia. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme merupakan ketentuan khusus dan spesifik karena memuat ketentuan-ketentuan baru yang tidak terdapat dalam peraturan perundang-undangan yang ada, dan menyimpang dari ketentuan umum sebagaimana dimuat dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini secara spesifik juga memuat ketentuan tentang lingkup yurisdiksi yang bersifat transnasional dan internasional serta memuat ketentuan khusus terhadap tindak pidana terorisme yang terkait dengan kegiatan terorisme internasional. Ketentuan khusus ini bukan merupakan wujud perlakuan yang diskriminatif melainkan merupakan komitmen pemerintah untuk mewujudkan ketentuan Pasal 3 Convention Against Terrorist Bombing (1997) dan Convention on the Suppression of Financing Terrorism(1999). Kekhususan lain dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini antara lain sebagai berikut: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini merupakan ketentuan payung terhadap peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini merupakan ketentuan khusus yang diperkuat sanksi pidana dan sekaligus merupakan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang yang bersifat koordinatif (coordinating act) dan berfungsi memperkuat ketentuan-ketentuan di dalam peraturan perundang-undangan lainnya yang berkaitan dengan pemberantasan tindak pidana terorisme. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini memuat ketentuan khusus tentang perlindungan terhadap hak asasi tersangka/terdakwa yang disebut safe guarding rules. Ketentuan tersebut antara lain memperkenalkan lembaga hukum baru dalam hukum acara pidana yang disebut dengan hearing dan berfungsi sebagai lembaga yang melakukan legal audit terhadap seluruh dokumen atau laporan intelijen yang disampaikan oleh penyelidik untuk menetapkan diteruskan atau tidaknya suatu penyidikan atas dugaan adanya tindakan terorisme. Di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini ditegaskan bahwa tindak pidana terorisme dikecualikan dari tindak pidana politik atau tindak pidana yang bermotif politik atau tindak pidana yang bertujuan politik sehingga pemberantasannya dalam wadah kerjasama bilateral dan multilateral dapat dilaksanakan secara lebih efektif. Di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini dimuat ketentuan yang memungkinkan Presiden membentuk satuan tugas anti teror. Eksistensi satuan tersebut dilandaskan kepada prinsip transparansi dan akuntabilitas publik (sunshine principle) dan/atau prinsip pembatasan waktu efektif (sunset principle) sehingga dapat segera dihindarkan kemungkinan penyalahgunaan wewenang yang dimiliki oleh satuan dimaksud. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini memuat ketentuan tentang yurisdiksi yang didasarkan kepada asas teritorial, asas ekstrateritorial, dan asas nasional aktif sehingga diharapkan dapat secara efektif memiliki daya jangkau terhadap tindak pidana terorisme sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini yang melampaui batas-batas teritorial Negara Republik Indonesia. Untuk memperkuat yurisdiksi tersebut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini memuat juga ketentuan mengenai kerjasama internasional. Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini memuat ketentuan tentang pendanaan untuk kegiatan teroris sebagai tindak pidana terorisme sehingga sekaligus juga memperkuat Undang-undang Nomor 15 Tahun 2002 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini tidak berlaku bagi kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum, baik melalui unjuk rasa, protes, maupun kegiatan-kegiatan yang bersifat advokasi. Apabila dalam kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut terjadi tindakan yang mengandung unsur pidana, maka diberlakukan Kitab Undang-undang Hukum Pidana dan ketentuan peraturan perundang-undangan di luar Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Di dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang ini tetap dipertahankan ancaman sanksi pidana dengan minimum khusus untuk memperkuat fungsi penjeraan terhadap para pelaku tindak pidana terorisme. Penggunaan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang untuk mengatur Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme didasarkan pertimbangan bahwa terjadinya terorisme di berbagai tempat telah menimbulkan kerugian baik materiil maupun immateriil serta menimbulkan ketidakamanan bagi masyarakat, sehingga mendesak untuk dikeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang guna segera dapat diciptakan suasana yang kondusif bagi pemeliharaan ketertiban dan keamanan tanpa meninggalkan prinsip-prinsip hukum. PASAL DEMI PASAL Tuntutan yurisdiksi negara lain tidak serta-merta ada keterikatan Pemerintah Republik Indonesia untuk menerima tuntutan dimaksud sepanjang belum ada perjanjian ekstradisi atau bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana, kecuali Pemerintah Republik Indonesia menyetujui diberlakukannya asas resiprositas. Pasal ini bertujuan untuk melindungi warga negara Republik Indonesia, Perwakilan Republik Indonesia dan harta kekayaan Pemerintah Republik Indonesia di luar negeri. Ketentuan ini dimaksudkan agar tindak pidana terorisme tidak dapat berlindung di balik latar belakang, motivasi, dan tujuan politik untuk menghindarkan diri dari penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan dan penghukuman terhadap pelakunya. Ketentuan ini juga untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas perjanjian ekstradisi dan bantuan hukum timbal balik dalam masalah pidana antara Pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah negara lain. Yang dimaksud dengan kerusakan atau kehancuran lingkungan hidup adalah tercemarnya atau rusaknya kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk lainnya. Termasuk merusak atau menghancurkan adalah dengan sengaja melepaskan atau membuang zat, energi, dan/atau komponen lain yang berbahaya atau beracun ke dalam tanah, udara, atau air permukaan yang membahayakan terhadap orang atau barang. Yang dimaksud dengan kerusakan atau kehancuran lingkungan hidup lihat penjelasan Pasal 6. Ketentuan ini merupakan penjabaran dari tindak pidana tentang kejahatan penerbangan dan kejahatan terhadap sarana/prasarana penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal XXIXA Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Yang dimaksud dengan bahan yang berbahaya lainnya adalah termasuk gas beracun dan bahan kimia yang berbahaya. Ketentuan ini diambil dari Convention on the Physical Protection of Nuclear Material, Vienna, 1979 yang telah diratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1986. Yang dimaksud dengan bantuan adalah tindakan memberikan bantuan baik sebelum maupun pada saat tindak pidana dilakukan. Yang dimaksud dengan kemudahan adalah tindakan memberikan bantuan setelah tindak pidana dilakukan. Ketentuan ini ditujukan terhadap auctor intelectualis. Yang dimaksud dengan merencanakan termasuk mempersiapkan baik secara fisik, finansial, maupun sumber daya manusia. Yang dimaksud dengan menggerakkan adalah melakukan hasutan dan provokasi, pemberian hadiah atau uang atau janji-janji. Pembantuan dalam Pasal ini adalah pembantuan sebelum, selama, dan setelah kejahatan dilakukan. Yang dimaksud dengan bantuan dan kemudahan lihat penjelasan Pasal 13. Ketentuan dalam Pasal ini bermaksud mempidana pelaku yang melakukan tindakan yang ditujukan kepada penyidik, penuntut umum, dan hakim. Jangka waktu 6 (enam) bulan yang dimaksud dalam ketentuan ini terdiri dari 4 (empat) bulan untuk kepentingan penyidikan dan 2 (dua) bulan untuk kepentingan penuntutan. Yang dimaksud dengan laporan intelijen adalah laporan yang berkaitan dan berhubungan dengan masalah-masalah keamanan nasional. Laporan intelijen dapat diperoleh dari Departemen Dalam Negeri, Departemen Luar Negeri, Departemen Pertahanan, Departemen Kehakiman dan HAM, Departemen Keuangan, Kepolisian Negara Republik Indonesia, Tentara Nasional Indonesia, Kejaksaan Agung Republik Indonesia, Badan Intelijen Negara, atau instansi lain yang terkait. Yang dimaksud dengan Pengadilan Negeri dalam ketentuan ini adalah pengadilan negeri tempat kedudukan instansi penyidik atau pengadilan negeri di luar kedudukan instansi penyidik. Penentuan pengadilan negeri dimaksud didasarkan pada pertimbangan dapat berlangsungnya pemeriksaan dengan cepat dan tepat. STKIP PGRI TULUNGAGUNG Jl. Mayor Sujadi Timur No.07 Tulungagung Hukum acara pidana ialah hukum yang mengatur tentang cara bagaimana mempertahankan atau menyelenggarakan hukum pidana materiil (KUHP). Dasar hukum acara pidana adalah uu no 8 tahun 1981. Sebelum uu no 8 tahun 1981 terbit Negara Republik Indonesia memakai hukum acara pidana Belanda. Asasnya konkordansi yang terkenal dengan HIR ( HET INLANCE REGLEMENT). Statblaad no 44 tahun 1944. Sehingga dengan demikian bahwa Indonesia meskipun sudah memproklamasikan 1945 namun masih menggunakan hukum Belanda (Asas Konkondansi). Dasar hukum bagi berlakunya kitab uu hukum acara pidana (KUHAP) yaitu uu no 8 tahun 1981. Sedangkan kalau KUHP dasar hukumnya adalah uu no 1 tahun 1946. Tujuan dibuatnya hukum acara pidana (KUHAP) ialah untuk mencari kebenaran materiil. Pengertian lain dari kebenaran materiil ialah kebenaran yang hakiki dan yang sebenar-benarnya. Pengertian lain dari hokum acara pidana adalah hokum yang mengatur tentang cara bagaimana ber acara di depan badan-badan peradilan. Apakah itu badan-badan peradilan Badan peradilan adalah 1. Kepolisian (penyidik) 2. Kejaksaan (lembaga penuntutan) 3. KPK (uu no 30 tahun 2002) Apakah itu penegak hukum Penegak hukum antara lain: 4. Pengacara /advokat /PH (Penasehat Hukum) /pembela Bagaimana kita dapat mengetahui suatu delik/ kejahatan 1. Dari adanya seseorang yang tertangkap tangan/ basah. Tertangkap tangan dalam bahasa Belanda yaitu ONTDEKING OP HETERDAAD. Pengertian tertangkap tangan yaitu disuarakan oleh orang banyak pada saat dia melakukan tindakan/perbuatan pidana. 2. Tertangkap sesudah ia melakukan perbuatan pidana. 3. Dari adanya laporan atu pengaduan. KPK menamai tentangkap tangan dengan OTT (operasi tangkap tangan) KPK atau kejaksaan bisa melakukan penyelidikan terhadap tindak pidana korupsi berdasarkan laporan pengaduan dari masyarakat. 4. Dari media cetak dan elektronik. Seperti halnya dengan hukum pidana maka hukum acara pidana termasuk dalam golongan hukum publik. Hukum publik ialah hokum yang mengatur tentang hubungan hukum antara orang/ individu dengan pemerintah Negara yang tujuannya untukmenciptakan keamanan dan ketertiban. Kesimpulannya. Hukum publik memprioritaskan kepentingan publik (publik interest). Apa alsannya pemerintah Negara Republik Indonesia menciptakan uu hokum yang baru no 8 tahun 1981 dan menhapuskan hukum acara pidana (HAP) Belanda (VIDE HIR STATBLAAD no 44 tahun 1944) Jawab. uu pidana Belanda tersebut banyak menginjak-nginjak hak asasi manusia. Contohnya. 1. Penahanan yang tidak ada batasannya 2. Penangkapan tanpa ada kesalahan yang jelas 3. Barang bukti yang sering hilang 4. Perkara-perkara yang sering disampingkan. Bahwa hukum acara pidana yang berlaku bagi penyelidikan-penyelidikan dan penuntutan dari lembaga anti korupsi KPK disampingkan berlaku juga bagi intansi kepolisian maupun kejaksaan. Sebab hokum acara pidana disamping bertujuan untuk mencari kebenaran materiil juga berfungsi sebagai penegak hukum (LAW INFORCEMENT). Dalam hukum acara pidana juga diatur mengenai kedudukan seseorang dalam hukum (LAW STANDING) dan juga mempunyai asas yang disebut di dalam hukum kedudukan semua orang sama (EQUALITY BEFORE THE LAW). KUHP dan KUHAP didalam istilah hukumnya termasuk RULE OF LAW. peraturan perundang-undangan. Hukum acara pidana di dalam ilmu hukum pidana disebut hukum pidana formil. Sedangkan yang tersebut di dalam KUHP adalah hukum pidana meteriil. Pertanyaan. Kapan hukum acara pidana mulai bergerak atau beraksi Jawab. Mulai bergerak atau beraksi apabia telah ada dugaan seseorang atau beberapa orang telah melakukan perbuatan pidana. Setelah melakukan perbuatan pidana biasanya sudah ditangkap oleh banyak orang. Kesimpulan. bahwa hukum acara pidana itu bergerak bila ada dugaan seseorang melakukan pidana. Proses. ditangkap, ditahan, diselidiki, di tuntut, di periksa di pengadilan, dan dijatuhi hukuman. Perbedaan antara laporan dan pengaduan adalah bahwa laporan dilakukan oleh korban/saksi korban yaitu apabila terjadi suatu tindakan pidana yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang. Sedangkan pengaduan yaitu karena korban atau saksi korban merasa dirugikan karena adanya suatu perbuatan dari seseorang yang bersifat pidana. Contoh kasus. orang kurang dari 18 tahun disebut anak-anak di bawah umur (vide) uu no 23 tahun 2002 tentang uu perlindungan anak. Asas-asas penting yang ada di dalam hukum acara pidana: 1. Peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan yang di dalam uu pokok peradilan yang lama yaitu uu no 2 tahun 1971 dalam penjelasan umumnya diutarakan sebagai berikut: peradilan dilakukan dengan cepat, sederhana, ringan, jujur, dan tidak memihak dan harus diterapan dengan bebas di daam seluruh tingkat peradilan. Contoh. pasal 50 KUHAP mengatur tentang hak tersangka dan terdakwa untu segera diberitahukan dengan jelas dengan bahasa yang dimengerti pada waktu pemeriksaan. Pada ayat 1 berbunyi. bahwa perkaranya segera diajukan di penuntutan umum. Pada ayat 3 berbunyi: bahwa perkara tersebut perkaranya segera di adili di peradialan. 2. Praduga tidak bersalah ( PRESUMPTION OF INNOSENCE). Pengertiannya: terdakwa baru dinyatakan bersalah apabila telah mendapatkan keputusan hakim yang mempunyai HUKUM TETAP. Meskipun hukum acara pidana mempunyai asas praduga tidak bersalah namun di kalangan masyarakat menganggap bahwa seseorang telah mencoba/melakukan perbuatan pidana sudah dianggap bersaah dan hal ini sudah di expose di surat abar/media elektronik. Masalah ini seakan-akan sepertinya masyarakat sudah menghakimi sendiri atas orang-orang atu individu yang disinyalir atau diindikasikan telah melaukan perbuatan pidana. Keadaan seperti ini disebut sebagai TRIAL BY PRESS. 3. OPPORTUNITAS pasal 237 uu 16 tahun 2004. UU tentang kejaksaan RI tersebut uu 16 tahun 2004 di dalam pasal 32 menyebutkan bahwa jaksa agung dapat mengenyampingkan acara dengan DIPONERING (mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum). Contoh. Bupati Indramayu telah mendapat bantuan dari pemerintah berupa DANSOS senilai 50 Milyar guna membangun infrastrutur. Tetapi uang tersebut tidak digunakan semestinya dan uang tersebut digunakan untuk membantu rayatnya yang sedang menderita banjir. Konsekuensi Yuridis bahwa seakan-akan dengan disalurkannya tidak pada posnya bahwa Bupati telah melakuan tindak pidana korupsi. Namun tindakan tersebut demi menyelamatan warganya. Apabila Bupati diperkarakan ke jaksa agung bisa mendiponering/ mengenyampingkan perkara demi kepentingan umum. 4. Asas pemeriksaan terbuka untuk umum (vide pasal 153 ayat 3 KUHAP) yang berbunyi. untuk keperluan pemeriksaan hakim ketua siding membuka siding dan menyatakan terduga untuk umum kecuali di dalam perkara kesusilaan dan kasus-kasus di bawah umur. Contoh sidang terbuka. sidang pencurian, penganiayaan, pembunuhan, pemalsuan uang, aborsi, pembegalan dan lain-lain. Sedangkan contoh sidang tertutup yaitu pemerkosaan, perzinahan, pencabulan anak di bawah umur.

No comments:

Post a Comment